FILSAFAT ISLAM SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
MAKALAH FILSAFAT ISLAM
Dosen Pengampu: Rukanda SG S.Sos.I
Disusun Oleh:
1.
Nina Nurazizah
2.
Delfi Arsita
3.
Nuratnasari
4.
Siti Fatma Latukau
FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL FATAH
CILEUNGSI BOGOR
2014-2015
DAFTAR ISI
1.
Cover…………………………………………………………………………….... 1
2.
Daftar
Isi…………………………………………………………...……............... 2
3.
Bab I
Pendahuluan……………………………………………….……………….. 3
A.
Latar
Belakang………………………….………….………...…………… 3
B.
Rumusan Masalah………………………………………………………… 3
C.
Tujuan……………………………….……………..................................... 3
4.
Bab II
Pembahasan………………………………………………….…………..... 4
1. Sejarah
Singkat Timbulnya Filsafat Islam........................................................ 5
2. Perkembangan Filsafat ………………………………………………… ……. 4
A. Faktor Munculnya
Filsafat Islam………………………………………….. 4
B. Periodisasi Perkembangan
Filsafat Islam………………………………... 6
1. Periode
awal perkembangan Islam…………………………………… 6
2. Periode
klasik…………………………………………………………. 6
3. Periode Modern………………………………………………………… 7
C. Ciri - Ciri
Filsafat Islam……………………………………………………. 8
1.
Sebagai Filsafat Relegius…………………………………………… 8
2.
Filsafat Rasional…………………………………………………. … 8
3.
Filsafat Sinkretis …………………………………………………… 8
4. Filsafat yang Berhubungan Kuat dengan Ilmu Pengetahuan…....... 9
D. Tokoh – Tokoh
Filsafat Islam…………………………………………..... 9
1. Al-Kindi……………………………………………………………... 9
2. Al-Farabi………………………………………………………. …….. 9
3. Ibnu Sina……………………………………………………….. …….. 10
4. Ibnu Miskawaih (W. 1030 M).………………………………..... …….. 10
5.
Bab III
Penutup…………………………………………………………....…..….. 11
a.
Kesimpulan………………………………………………………… …….. 11
b.
Saran
……………………………………………………………………... 11
c. Daftar Pustaka……………………………………………… ……............. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Awalnya filsafat disebut sebagai induk ilmu pengetahuan
(mother of science) sebab filsafat seakan-akan mampu menjawab pertanyaan
tentang segala sesuatu atau segala hal, baik yang berhubungan dengan alam
semesta, maupun manusia dengan segala problematika dan kehidupannya. Namun
seiring dengan perubahan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang melahirkan berbagai disiplin ilmu baru dengan masing-masing
spesialisasinya, filsafat seakan-akan telah berubah fungsi dan perannya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Sejarah dan Perkembangan Filsafat Islam
?
2.
Apa
Saja Faktor Munculnya Filsafat Islam?
3.
Bagaimana
Periodisasi Perkembangan Filsafat
Islam?
4.
Apa
saja Ciri - Ciri Filsafat Islam?
5.
Siapa
Saja Tokoh – Tokoh Filsafat Islam?
C. Tujuan
1.
Untuk Mengetahui Sejarah Fisafat Islam.
2.
Untuk Mengetahui Perkembangan Filsafat Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
SEJARAH SINGKAT TIMBULNYA FILSAFAT ISLAM
Sejarah filsafat bermula di pesisir
Samudra Mediterania bagian Timur pada abad ke-6 SM. Sejak semula filsafat
ditandai dengan rencana umat manusia untuk menjawab persoalan seputar alam,
manusia, dan Tuhan. Itulah sebanya filsafat pada gilirannya mampu melahirkan
sains-sains besar, seperti fisika, etika, matematika dan metafisika yang
menjadi batu bata kebudayaan dunia.
Cara pemikiran Filsafat secara
teknis muncul pada masa permulaan jayanya Dinasti Abbasiyah. Di bawah
pemerintahan Harun al ¡Vrasyid, dimulailah penterjemahan buku-buku bahasa
Yunani kedalam bahasa Arab. Orang-orang banyak dikirim ke kerajaan Romawi di
Eropa untuk membeli manuskrip. Awalnya yang dipentingkan adalah pengetahuan
tentang kedokteran, tetapi kemudian juga pengetahuan-pengatahuan lain termasuk
filsafat.
Penterjemahan ini sebagian besar
dari karangan Aristoteles, Plato, serta karangan mengenai Neoplatonisme,
karangan Galen, serta karangan mengenai ilmu kedokteran lainya, yang juga
mengenai ilmu pengetahuan Yunani lainnya yang dapat dibaca alim ulama Islam.
Tak lama kemudian timbulah para filosof-filofof dan ahli ilmu pengetahuan
terutama kedokteran di kalam umat Islam.
Ketika filsafat bersentuhan dengan
Islam maka yang terjadi bahwa filsafat terinspirasi oleh pokok-pokok persoalan
yang bermuara pada sumber-sumber Wahyu Islam. Semua filosof muslim seperti al
Kindi, al Farabi, Ibn Sina, Mulla Sadra,Suhrawardi dan lain sebagainya hidup
dan bernafas dalam realitas al Quran dan Sunnah. Kehadiran al Quran dan Sunnah
telah mengubah pola berfilsafat dalam konteks Dunia Islam. Realitas dan proses
penyampaian al Quran merupakan perhatian utama para pemikir Islam dalam
melakukan kegiatan berfilsafat.
2. PERKEMBANGAN FILSAFAT ISLAM
A. Faktor Munculnya Filsafat Islam
Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat
Yunani yang dijumpai kaum Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah
di Suriah, Mesopotamia, Persia, dan Mesir.
Dalam Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve
dijelaskan bahwa kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke daerah-daerah itu
melalui ekspansi Alexander Agung, penguasa Macedonia (336-323 SM), setelah
mengalahkan Darius pada abad ke-4 SM di kawasan Arbela (sebelah timur Tigris).
Alexander Agung datang dengan tidak menghancurkan peradaban
dan kebudayaan Persia, bahkan sebaliknya, ia berusaha menyatukan kebudayaan
Yunani dan Persia. Hal ini telah memunculkan pusat-pusat kebudayaan Yunani di
wilayah Timur, seperti Alexandria di Mesir, Antiokia di Suriah, Jundisyapur di
Mesopotamia, dan Bactra di Persia.
Pada masa Dinasti Umayyah, pengaruh kebudayaan Yunani
terhadap Islam belum begitu nampak karena ketika itu perhatian penguasa Umayyah
lebih banyak tertuju kepada kebudayaan Arab. Pengaruh kebudayaan Yunani baru
nampak pada masa Dinasti Abbasiyah karena orang-orang Persia pada masa itu
memiliki peranan penting dalam struktur pemerintahan pusat.
Para Khalifah Abbasiyah pada mulanya hanya tertarik pada
ilmu kedokteran Yunani berikut dengan sistem pengobatannya. Tetapi kemudian
mereka juga tertarik pada filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya. Perhatian pada
filsafat meningkat pada zaman Khalifah Al-Makmun (198-218 H/813-833 M).
Kelahiran ilmu filsafat Islam tidak terlepas dari adanya
usaha penerjemahan naskah-naskah ilmu filsafat dan berbagai cabang ilmu pengetahuan
ke dalam bahasa Arab yang telah dilakukan sejak masa klasik Islam. Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam:
Pemikiran dan Peradaban disebutkan bahwa usaha penerjemahan ini tidak hanya
dilakukan terhadap naskah-naskah berbahasa Yunani saja, tetapi juga
naskah-naskah dari bebagai bahasa, seperti bahasa Siryani, Persia, dan India.[1][1]
Perkembangan filsafat Islam, hidup dan memainkan peran
signifikan dalam kehidupan intelektual dunia Islam. Jamal al-DÄ«n al-Afgani,
seorang murid Mazhab Mulla Shadra saat di Persia, menghidupkan kembali kajian
filsafat Islam di Mesir. Di Mesir, sebagian tokoh agama dan intelektual
terkemuka seperti Abd. al-Halim Mahmud, Syaikh al-Azhar al-marhum, menjadi pengikutnya.
Filsafat Islam di Persia, juga terus berkembang dan memainkan
peran yang sangat penting meskipun terdapat pertentangan dari kelompok ulama
Syi’ah. Tetapi patut dicatat bahwa Ayatullah Khoemeni, juga mempelajari
dan mengajarkan al-hikmah (filsafat Islam) selama berpuluh puluh tahun di Qum,
sebelum memasuki arena politik, dan juga Murtadha Muthahhari, pemimpin
pertama Dewan Revolusi Islam, setelah
revolusi Iran 1979, adalah seorang filosof terkemuka. Demikian pula di Irak, Muhammad
Baqir al-Shadr, pemimpin politik dan agama yang terkenal, adalah juga
pakar filsafat Islam.[2][2]
B. Periodisasi Perkembangan Filsafat
Islam
Jalaluddin dan Usman Said dalam bukunya Filsafat Pendidkan
Islam Konsep dan Perkembangan mengemukakan perkembangan periodisasi filsafat
pendidikan Islam sebagai berikut:
1.
Periode awal perkembangan Islam
Pemikiran mengenai filsafat pendidikan pada periode awal ini
merupakan perwujudan dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an dan al-hadis, yang
keseluruhannya membentuk kerangka umum ideologi Islam. Dengan kata lain, bahwa
pemikiran pendidikan Islam dilihat dari segi al-Qur’an dan hadis, tidaklah
muncul sebagai pemikiran yang terputus, terlepas hubungannya dengan masyarakat
seperti yang digambarkan oleh Islam. Pemikiran itu berada dalam kerangka
paradigma umum bagi masyarakat seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Dengan
demikian pemikiran mengenai pendidikan yang dilihat dalam al-Qur’an dan hadis
mendapatkan nilai ilmiahnya. Pada periode kehidupan Rasulullah Saw tampaknya
mulai terbentuk pemikiran pendidikan yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits
secara murni. Jadi hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan berbentuk
pelaksanaan ajaran al-Qur’an yang diteladani oleh masyarakat dari sikap dan
prilaku hidup Nabi Muhammad saw.
2.
Periode klasik
Periode klasik mencakup rentang masa pasca pemerintahan khulafa’ al-Rasyidun hingga awal masa
imperialis Barat. Rentang waktu tersebut meliputi awal kekuasaan Bani Ummayah
zaman keemasan Islam dan kemunduran kekuasaan Islam secara politis hingga awal
abad ke-19.
Walaupun pembagian ini bersifat
tentative, namun terdapat beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar pembagian
itu. Pertama, sistem pemerintahan; kedua, luas wilayah kekuasaan; ketiga, kemajuan-kemajuan yang dicapai;
dan keempat,
hubungan antar negara.
Dari dasar pertimbangan tersebut, maka diketahui bahwa di
awal periode klasik terlihat munculnya sejumlah pemikiran mengenai pendidikan.
Pemikiran mengenai pendidikan tersebut tampak disesuaikan dengan kepentingan
dan tempat serta waktu. Beberapa karya ilmuan Muslim pada periode klasik yang
karya-karyanya secara langsung memuat pembahasan mengenai
pendidikan yaitu:
Ibn Qutaibah (213-276 H), nama lengkapnya Abu Muhammad
Abdullah Ibn Muslim Qutaibah al-Dainuri, keahliannya adalah bahasa Arab dan
sejarah; karya yang terkenal : al-Ma’ani al-Kabirah, syakl al-Qur’an, Gharib
al-Qur’an, Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits, Fadhl al-Arab, al-Syi’r wa al-Syu’ara;
al-Ma’arif, al-Radd ‘ala al Jahimmiyah wa al-Musyibbihah, Imamah wa al-Siyasah,
dan ‘Uyun al-Akhbar. Pemikirannya menyangkut tentang masalah pendidikan bagi
kaum wanita, ilmu yang bermanfaat dan nilai-nilai bagi yang mengembangkannya.
Perkembangan filsafat pendidikan Islam pada periode klasik ini
masih menyimpan tokoh-tokoh seperti ; Ibnu Masarrah (269-319) yang pemikirannya
menyangkut tentang jiwa dan sifat-sifat manusia, Ibnu Maskawaih (330-421),
pemikirannya tentang pentingnya pendidikan akhlak, Ibnu Sina (370-428), karya
besarnya as-Syifa dan al-Qanun al-Tibb sebuah karya ensiklopedi kedokteran, dan
Al-Gazali (450/1058-505/1111 M), karya besarnya sering menjadi acuan berbagai
pandangan masyarakat dan sangat terkenal yaitu Ihya’ Ulum al-Din, menurutnya bahwa pendidikan yang baik adalah
yang dapat mengantarkan manusia kepada keridhaan Allah swt., yang tentunya
selamat hidup dunia dan akhirat.
3.
Periode Modern
Periode modern merujuk pada pembagian periodesasi sejarah
Islam, yaitu menurut Harun Nasution, bahwa periode modern
dimulai sejak tahun 1800 M. periode ini ditandai dengan dikuasainya Bani Abbas
dan Bani Ummaiyah secara politik dan dilumpuhkan oleh imperialis Barat. Namun
ada tiga kerajaan besar Islam yang masih memegang hegemoni kekuasaan Islam,
yaitu Turki Usmani (Eropa Timur dan Asia-Afrika), kerajaan Safawi (Persia), dan
kerajaan Mughol (India).
Beberapa pemikir pendidikan yang tersebar di sejumlah
kekuasaan Islam tersebut sebagai tokoh yang ada kaitannya dengan perkembangan
filsafat pendidikan Islam pada periode modern, seperti:
Isma’il Raj’i al-Faruqi (1921-1986), membidangi secara profesional
bidang pengkajian Islam, pemikirannya tersebar di berbagai dunia Islam, dan
karya pentingnnya; Cristian Ethics, An Historical Atlas of Religions of the
World, Trialogue of Abrahamic Faith, dan The Cultural Atlas of Islam,
pandangannya bahwa umat Islam sekarang berada dalam keadaan yang lemah, dan
dualisme sistem pendidikan yang melahirkan kejumudan dan taqlid buta. Oleh
sebab itu pendidikan harus dikembangkan ke arah yang lebih modern dan berorientasi ketauhidan.
Puncak dari pemikiran filsafat pendidikan Islam periode
modern terangkum dalam komperensi pendidikan Islam sedunia di Makkah tahun 1977
sebagai awal pencetusan konsep tentang penanganan pendidikan Islam. Selanjutnya
di Islamabad (1980) menghasilkan pedoman tentang pembuatan pola kurikulum, di
Dhakka (1981) menghasilkan tentang perkembangan buku teks, dan di Jakarta
(1982) telah menghasilkan tentang metodologi pengajaran.
C.
Ciri - Ciri Filsafat Islam
Filsafat Islam
mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Sebagai
Filsafat Relegius.
Topik-topik filsafat Islam bersifat relegius, dimulai dengan
meng-Esakan Tuhan dan menganalisis secara universal dan menukik ke teori
keTuhanan yang tak terdahuluaisebelunya. Seolah-olah menyaingi alairan kalamiah
Mu’tazilah dan Asy’ariyah yang mengoreksi kekurangan nya dan berkonsentrasi
mengambarkan Allah Yang Maha Agung dalam pola yang berlandasan tajrid
(pengabstrakan), tanzih (penyucian), keesaan mutlak dan kesempurnaan total.
Dari Yang Esa ber-emanasi segala sesuatu. Karena Ia pencita, maka Ia menciptakan dari bukan
sesuau, menciptakan alam sejak azzali, mengatur dan menatanya. Karena alam
merupakan akibat bagi-Nya, maka dalam wujud dan keabadian-Nya, maka Ia
menciptakannya karena semata-mata anugerah-Nya.
2.
Filsafat
Rasional.
Akal manusia juga merupakan salah satu potensi jiwa dan
disebut rasional soul. Walaupun berciri khas relegius-spritual, tetapi tetap
bertumpu pada akal dalam menafsirkan problematika ketuhanan, manusia dan alam,
karena wajib al-wujud adalah akal murni. Ia adalah obyek berpikir sekaligus
obyek pemikiran.
3.
Filsafat Sinkretis
Filsafat Islam memadukan antara sesama filosof. Memadukan
berarti mendekatkan dan mengumpulkan dua sudut, dalam filsafat ada aspek-aspek
yang tidak sesuai dengan agama.
Sebaliknya sebagian dari teks agama ada yang tidak sejalan dengan sudut pandang
filsafat. Para filosuf Islam secara khusus konsentrasi mempelajari Plato dan
Ariestoteles. Untuk itu mereka menerjemahkan dialog-dialog penting Plato.
Republik, hukum, Themaus, Sophis, Paidon, dan Apologia (pidato pembelaan
Socretes).
4.
Filsafat yang Berhubungan Kuat dengan Ilmu Pengetahuan
Saling take and give, karena dalam kajian-kajian filosof
terdapat ilmu pengetahun dan sejumlah problematika saintis, sebaliknya dalam
saintis terdapat prinsip-prinsip dan teori-teori filosofis. Filosof Islam menganggap ilmu-ilmu
pengetahuan rasional sebagai bagian dari filsafat. Misalnya adalah buku As-Syifa’ milik Ibnu
Sina yang merupakan Encyclopedia,
Al-Qanun, kemudian Al-Kindi mengkaji masalah-masalah matematis dan
fisis. Al-Farabi mempunyai kajian Ilmu ukur dan mekanik.
D.
Tokoh – Tokoh Filsafat Islam
1.
Al-Kindi
Hidup pada tahun
796-873 M pada masa khalifah al-Makmun dan al-Mu’tashim. Al-Kindi menganut aliran Mu’tazilah dan kemudian
belajar filsafat. Menurut Al-Kindi
filsafat yang paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan. Kata Al-Kindi :
Filsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama, yaitu
ilmu tentang Yang Benar Pertama, yang menjadi sebab dari segala yang benar.
Masih menurut Al-Kindi kebenaran ialah bersesuaian apa yang ada dalam akal dan
yang ada diluar akal.
Di dalam alam terdapat benda-benda yang dapat ditangkap
dengan panca indra. Benda-beanda ini merupakan juz’iyat. Yang terpenting bagi filsafat bukan juz’iyat yang tak terhingga banyaknya, tetapi
yang terpenting adalah hakekat yang terdapat dalam juz’iyat, yaitu
kauliyat. Kemudian filsafatnya yang lain yaitu tentang jiwa d an roh. [3][3]
2.
Al-Farabi
Al-Farabi hidup tahun 870-950 M, dia meninggal dalam usia 80
tahun. Filsafatnya yang terkenal adalah teori emanasi (pancaran). Filsafatnya mengatakan bahwa yang banyak ini
timbul dari Yang Satu. Tuhan bersifat Maha Satu tidak berubah, jauh dari materi
, jauh dari arti banyak, Maha sempurna dan tidak berhajat apapun. Kalau
demikian hakekat sifat Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari yang Maha satu ?
Menurut Al-Farabi alam terjadi dengan cara emanasi atau
pancaran dari Tuhan yang berubah menjadi suatu maujud. Perubahan itu mulai dari
akal pertama sampai akal kesepuluh. Kemudian dari akal kesepuluh muncullah
berupa bumi serta roh-roh dan materi pertama yang menjadi dasar dari empat unsur:
api, udara, air dan tanah. Pada falsafat kenabian dia mengatakan bahwa Nabi dan
rasul adalah pilihan, dan komunikasi dengan akal kesepuluh terjadi bukan atas
usaha sendiri tetapi atas pemberian Tuhan.
3.
Ibnu Sina
Ibnu Sina lahir di Asyfana 980 M dan wafat di Isfahana tahun
1037 M. Pemikiran terpenting yang dihasilkan oleh Ibnu Sina adalah tentang jiwa. Ibnu Sina juga menganut paham pancaran, jiwa
manusia memancar dari akal kesepuluh. Dia membagi jiwa dalam tiga bagian, yaitu
jiwa tumbuh-tumbuhan (nafsu nabatiyah), jiwa binatang ( nafsu hayanawiyah), dan
jiwa manusia (nafsu natiqah).
Filsafat tentang wahyu dan nabi ia berpendapat, bahwa Tuhan
menganugrahkan akal meteriil yang besar lagi kuat yang disebut al-hads (intuisi). Tanpa melalui latihan
dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu
dari Tuhan. Akal yang seperti ini mempunyai daya suci (quwwatul qudsiyah). Ini
bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia, dan terdapat hanya pada
nabi-nabi.
Dari beberapa kajian diatas, filosof muslim dalam
pemikirannaya selalu bersandar kepada Tuhan, meskipun rasio digunakan secara
bebas dan radikal, namun masih
terkendali oleh wahyu yang merupakan
pangkal dari agama Islam.
4.
Ibnu Miskawaih (W. 1030 M).
Beliau lebih dikenal dengan filsafat
akhlaknya yang tetuang dalam bukunya, Tahzib al-Akhlak. Menurutnya, akhlak
adalah sikap mental atau jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan tanpa
pemikiran yang dibawa sejak lahir. Kemudian ia berpendapat bahwa jiwa tidak
berbentuk jasmani dan mempunyai bentuk tersendiri. Jiwa memiliki tiga daya yang
pembagiannya sama dengan pembagian al-Kindi. Kesempurnaan yang dicari oleh
manusia ialah kebajikan dalam bentuk
ilmu pengetahuan dan tidak tunduk
pada hawa nafsu serta keberanian dan keadilan.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Filsafat telah berkembang dan berubah fungsi dari induk ilmu
pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat berbagai macam ilmu
pengetahuan yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya
(interdisciplinary approach), dan lebih kental lagi bahwa filsafat sebagai alat
analisis dalam memecahkan permasalahan filosofis dari dunia ilmu pengetahuan
dan kehidupan manusia (philosophical analysis)
Perkembangan filsafat pendidikan Islam terbagi dalam periode
awal jaman permulaan Islam yang dibawa Rasul Muhammad saw., dan khulafa
al-Rashidin, periode klasik yang dimulai dari pasca pemerintahan khulafa
al-Rashidun sampai awal masa imperialisme Barat, rentang itu dapat pula dimulai
dari awal kekuasaan Bani Ummayyah sampai pada kemuduran kekuasaan Islam secara
politis hingga abad ke-19, dan periode modern dan perkembangan filsafat
pendidikan Islam yang mencuat dalam sebuah konferensi pendidikan Islam sedunia.
Perbandingan antara Filsafat Barat dan Filsafat Islam adalah
sebagai berikut :
Persamaannya, sama-sama berpikir radikal, bebas.
Kedua-duanya menggunakan logikal akal, dialektika. Kedua-duanya berfikir tentang realitas alam,
kosmologi.
Perbedaannya:
a. Filsafat Barat -
Menggunakan rasio, Berpijak pada hal-hal
yang konkrit, Hanya berfilsafat.
b. Filsafat
Islam
- Berfilsafat menggunakan akal dan bersandar
pada wahyu, - Ruang lingkup
pembahasannya yang abstrak maupun konkrit, fisik maupun metafisik, Berfilsafat untuk mendekatkan diri kepada
Allah dan memahami realitas alam, Berfilsafat dimulai dengan keimanan kepada
Allah.
2.
Saran
Di samping mempelajari ilmu dalam
perspektif fardhu ‘ain. Juga tak kalah pentingnya mempelajari ilmu perspektif Fardhu Kifayah seperti Ilmu tentang Filsafat
Islam serta sejarahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,
H.M, 2000. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara.
Jalaluddin dan Usman Said, 1999. Filsafat
Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan.
Jakarta:
Rajawali Pers.
Langgulung, Hasan, 1995. Beberapa Pemikiran
Tentang Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.
www.republika.co.id
www.referensimakalah.com